Pages

JUDI POKER


Chairul Fahmi


Aceh paska bencana Tsunami, telah mengalami perubahan yang sangat pesat dan signifikan. Terutama pertumbuhan dibidang jaringan internet. Pertumbuhan dunia maya tersebut dapat dilihat dan diakses secara gratis di berbagai warung kopi yang dijumpai dimana saja di Kota Banda Aceh. 

Pada awalnya, tujuan adanya pelayanan WIFI (akses internet) diwarung-warung kopi sangatlah positif, selain untuk menarik pelanggan, juga dapat memberikan akses kepada masyarakat dalam berbagai informasi, baik berita maupun akses terhadap sumber-sumber ilmu dan dunia pendidikan lainnya.

Namun demikian, dalam perkembangannya, para pengguna akses internet tersebut umumnya hanya menggunakan untuk chatting, dan bermain game pocker. Permainan game pocker sendiri, kemudian tidak hanya untuk sekedar “fun” semata, tapi telah menjurus ke arah “perjudian” diantara para pemain permainan itu. 
Sehingga hal ini telah mendorong Majelis Ulama Indonesia cabang Kota Tangerang Selatan mengharamkan  permainan Poker di Facebook. Seperti diungkapkan oleh  Sekretaris MUI, Abdul Rojak bahwa permainan tersebut sering digunakan untuk bermain judi secara terselubung, sehingga ia mendesak MUI pusat untuk mengharamkan permainan ini secara nasional (15/9/2009).

Poker adalah salah satu aplikasi yang terdapat dalam jejaring sosial yang sekarang sangat digandrungi oleh masyarakat Indonesia yaitu facebook. Sementara untuk bermain pocker tersebut, seseorang harus memiliki chips dengan jumlah nominal tertentu untuk dapat bermain pocker tersebut.  Media facebook yang awalnya digunakan hanya sekedar untuk saling berkenalan maupun bersilaturahmi antar sesama, kini mulai sedikit berubah. walaupun ini hanya sebagian kecil yang melakukan namun praktek ini sudah sangat menggelikan. Permainan Pocker pada awalnya hanyalah aplikasi games yang dibikin untuk memperbanyak fitur games di facebook, kini telah dijadikan sebagai media untuk “perjudian”.

Praktik perjudian ini, tidak hanya telah meracuni kebiasaan dan selera para remaja, mahasiswa, bahkan beberapa orang telah menjadikan permainan ini untuk dijadikan sebagai mata pencaharian baru. Biasanya, praktek “perjudian” ini dilakukan dengan melakukan traksaksi berupa menjual chip yang telah dimenangkan oleh seseorang yang telah sangat ahli dalam bermain pocker ini. Chips ini kemudian ditawarkan dan dibeli oleh orang lain atau agen tertentu untuk dijual/ditransfer ke account pocker lain yang berminat. Pin dan chip ini akan dijual dengan harga tertentu secara cash (tunai) dalam bentuk uang (rupiah). Biasanya besar harga satu milyar chips akan ditukar atau dibeli dengan uang sejumlah lima puluh ribu sampai seratus ribu rupiah bahkan ada yang sampai satu juta rupiah.

Praktek transaksi dari permainan pocker di portal facebook ini, memang menjadi hal baru dalam dunia “perjudian maya”, khususnya di Aceh. Sehingga lumayan sulit untuk dibuktikan seperti perjudian konvensional. Meskipun demikian, praktek ini telah meracuni dan menjadi trens baru dalam mendapatkan keuntungan dari hasil transaksi pin atau chip yang didapatkan dari permainan pocker tersebut. Apalagi para maniak permainan ini akan mengeluarkan berapapun uang untuk membeli chip atau pin yang ditawarkan tersebut.

Tertutupnya informasi dan minimnya kajian terhadap model praktek “perjudian” ini, telah mengakibatkan petugas Wilayatul Hisbah (WH), sebagai badan resmi Negara yang bertugas untuk mengakkan syariat Islam di Aceh tidak pernah menyadari, mengawasi atau bahkan menertibkan praktek-prakter tersebut. Begitu juga dengan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, sepertinya luput dalam hal seperti ini. MPU sebagai lembaga yang mempunyai wewenang dalam hal kajian “haram dan halal” terhadap sesuatu kegiatan yang berkembang di Aceh, mestinya melakukan sebuah penelitian, dan kajian mengenai trens perjudian model ini. Sehingga dapat mengeluarkan suatu fatwa yang berkekuatan hukum. Seperti yang pernah difatwakan oleh MUI Kota Tanggerang Selatan.


Karena tidak adanya suatu seruan moral dan hukum yang mengatur secara jelas mengenai hal inil,  Poker akhirnya menjadi sesuatu yang fenomenal dikalangan mereka yang suka berjudi online, karena mereka bisa bermain sepuasnya tanpa bisa terendus oleh polisi atau WH. karena kalaupun polisi atau WH ingin menangkap mereka tak akan punya bukti yang kuat disebabkan mereka hanya bermain game seperti game lainnya


Namun, ketika diteliti dari cara pertaruhan permainannya,  memang poker ini tak seperti berjudi konvensioanal. Namun sebenarnya ia termasuk sebuah proses, cara untuk menjudikan atau dengan kata lain poker adalah penjudian yang terselubung berkat kepiawaian penggunanya.

Qanun No.13 Tahun 2003?

Sementara itu dalam Qanun No.13 tahun 2003 tentang maisir (perjudian) dalam pasal (2) telah nyata dinyatakan bahwa “ruang lingkup larangan maisir dalam Qanun ini adalah segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan serta keadaan yang mengarah kepada taruhan dan dapat berakibat kepada kemudharatan bagi pihak-pihak yang bertaruh dan orang-orang/lembaga yang ikut terlibat dalam taruhan tersebut”.

Jika kita mengkaji mendalam materi pasal tersebut, praktek ini memang sedikit dilematis, artinya disatu sisi bahwa praktek ini sepertinya tidak ada taruhan yang dilakukan, karena tidak ada uang yang dilemparkan dimeja taruhan seperti perjudian konvensional. Tapi lebih kepada transaksi berupa jual-beli pin dan chip dengan harga tertentu, biasanya mereka mengatakan seperti membeli voacher. Namun disisi lain, praktek ini juga terdapat unsur atau “illat hukum” yang dapat dikategorikan sebagai praktek perjudian, karena pin dan chip yang dibeli dengan harga tertentu tersebut, dijadikan sebagai “taruhan” dimeja pocker. Artinya secara tidak langsung kegiatan dan praktek tersebut telah mengarah kepada taruhan melalui nominal pin atau chip, sehingga dapat berakibat kepada kemudharatan bagi pihak-pihak yang bertaruh. Disinilah unsur “perjudian” dipraktekkan dalam permainan pocker tersebut.

Meskipun demikian, perlu adanya suatu kajian mendalam dan komprehensif dari pihak yang berwenang mengenai praktek permainan pocker ini, sehingga penegakan hukum syariat tidak hanya ditujukan kepada pelaku perjudian yang menggunakan system konvensional. Tapi juga terhadap praktek “perjudian” yang menggunak system portal. Sehingga Qanun No.13 tahun 2003 tentang maisir dapat diimplementasikan secara integral dan menyeluruh di setiap praktek “perjudian” di Aceh.

JOBLESS


Jobless, or less job, it was the same word, just differ of the position. But, both of them have the same meaning. Mereka adalah orang-orang yang tidak punya kerja, atau sdikit kerja. Meskipun makna kerja itu sangat general, tapi jobless disini adalah lakap bagi yang sedang menganggur. Mereka menjadi penganggur karena tidak ada yang dapat dikerjakan dan menghasilkan duit. Tpi jika mereka dapat menghasilkan "duit" meskipun dalam tidur, artinya mereka bukanlah jobless. Demikianlah salah satu pendapat yang dikatakan oleh Prof.Hanakrija.

Menjadi Jobless man, adalah sesuatu yang tidak sangat menyenangkan. apalagi jika sudah mempunyai sebuah tanggung jawab. Karena stigma yang muncul dari masyarakat bagi yang jobless seringkali kedengarannya tidak sangat enak. Apalagi jika si jobless sedikit malas untuk berusaha, atau harus memilah milih suatu pekerjaan yang punya "high quality' menurut pikirannya. Apalagi jika ia seorang sarjana atau bahkan sarjana master dari luar negeri, tapi hanya kerjanya tidur2an dirumah, karena tidak punya kerja.

Biasanya jangankan para tetangga yang "menggosip" tentang Joblessnya dia, orang tuanya pun barangkali akan jengkel dan malu jika anaknya tamatan luar negeri, tidak punya kerja.

Saya sendiri, sebenarnya tidak tau pasti kenapa hal itu dapat terjadi, kenapa kalau alumni luar negeri yang kapasitas pendidikannya "sering" lebih hebat dari disini, tapi ada juga alumninya gak punya kerja. [Yg pasti mereka kan tidak sangat layak jika menjadi pemulung sampah?], karena untuk jadi pemulung sampahkan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, benar tidak?

Sebuah acara talkshow di TV Metro, tepatnya di Kick Andi, saat itu menghadirkan beberapa anak bangsa yang telah sukses di Luar negeri, bahkan banyak diantara mereka adalah guru besar [Profesor] di Universitas terkemuka di dunia. Banyak sekali karya-karya yang telah mereka terbitkan. Di Denmark juga ada seorang anak Bangsa Indo ini sudah menjadi Program Manager disebuah perusahaan besar yang mempunyai puluhan staff dari berbagai negera.

Bung andi bertanya kepada mereka, "kenapa anda tidak pulang saja ke Indonesia, dan membangun bangsa ini dengan ilmu yang sudah anda miliki"?. "disini susah mas, lebih 10 perusahaan yang saya lamar, satupun mereka tidak menerima saya"!. jawaban sang manager yang telah sukses di Denmark tersebut.

Sementara seorang Profesor mengatakan, bahwa ia pernah pulang ke Indo, tapi disini tidak ada yang menghargai seberapapun ilmu dan karya yang mungkin telah kita hasilkan.. Biasanya kalau karya tersebut baru diributkan oleh pemerintah jika sudah dipatenkan oleh pihak asing.. jadi sama sajakan.. lebih baik kerja dengan asing, dan dapat penghargaan dari ilmu yang telah diberikannya... bahkan ada temannya alumni dari satu universitas dengannya ada yang hampir mati kelaparan karena tidak punya uang.. karena mereka jadi Jobless.

Biasnya di republik ini, untuk menjadi mengapdi ke negara, dan negara akan "menghargai" atas perbuatan mereka adalah harus menjadi PNS.. sehingga hampir 80%penduduk republik ini bercita-cita menjadi PNS.. "tp menjadi PNS saat ini, sulit bang! kabarnya pasarannya sekarang sampai 60 juta".. jadi dari pada menyongok, dan akhirnya jadi penghuni neraka.. lebih baik kelihatannya menjadi Jobless man sajalah..

CERITA GUBERNUR& RAKYAT


Nek Aisyah mungkin tidak pernah bermimpi dalam hidupnya, jika fotonya bersama seorang Gubernur Aceh saat ini terpampang dalam baliho besar di jalan protokol [Jl.Daud Bereueh], Banda Aceh, tepatnya di depan kantor Gubernur Aceh. Kita tidak tahu pasti apa sebenarnya maksud dari pemajangan foto itu, disaat kepemimpinan Irwandi sedang dikritik karena dianggap tidak ada perubahan dalam pembangunan di Aceh. Namun, foto nek Aisyah bersama Irwandi dan Istrinya itu mungkin sangat menarik perhatian masyarakat kota Banda Aceh, dibandingkan dengan foto artis Teuku Wisnu, pemeran utama Cinta Fitri di persimpangan Jam Taman Sari. Nek Aisyah saat ini seakan telah menjadi sebuah icon betapa merakyatnya seorang Irwandi Yusuf sebagai seorang pemimpin[?].
Kisah itu, bermula diakhir September 2007, saat Irwandi dan Istrinya serta seorang jurnalis ingin melihat kehidupan rakyatnya dengan menyamar sebagai seorang musafir dan minta sesuap nasi untuk sahuran di bulan puasa. Meski awalnya Nek Aisyah menolak, tapi akhirnya mereka diizinkan untuk masuk dan sahuran bersama. Penyamaran ini terbongkar ketika salah satu keponakan nek Aisyah, yaitu Dahlan mengenal bahwa tamu misterius dipagi buta itu adalah seorang Irwandi Yusuf, yang tidak lain adalah seorang Gubernur Aceh. Diakhir penyamaran itu, saat pamitan sang Gubernur memberitakan “Amplop” kepada Nek Aisyah atas kebaikannya disubuh itu.
Kisah ini, terkadang mengingatkan penulis pada sebuah drama realita “minta tolong” pada salah satu televisi swasta, dimana pada akhirnya orang yang mau menolong itu akan diberikan “amplop” oleh tim misterius tersebut. Biasanya yang punya “ketulusan menolong” itu adalah orang-orang yang juga sama menderitanya dengan yang “pura-pura” meminta tolong.
Kisah Umar Ibn Khattab
Sedikit berbeda dengan kisah Irwandi atau tim “minta tolong” dalam drama realita RCTI. Khalifah Umar RA, juga sering melakukan gerilya ditengah malam ke pelosok-pelosok kampung untuk mengetahui keadaan rakyatnya. Suatu malam beliau mendengar suara tangisan anak kecil yang sangat memilukan. Ketika khalifah Umar ibn Khattab mendekati gubuk tersebut beliau mendapati ada seorang ibu janda yang sedang merebus sesuatu di dalam sebuah tungku, sedangkan disisinya terbaring seorang anak kecil yang menangis tersedu-sedu karena kelaparan.
Khalifah Umar ibn Khattab menanyakan kepada si ibu perihal anaknya yang terus menangis tersebut, lalu si ibu menjawab bahwa si anak menangis karena kelaparan, sedangkan si ibu sengaja merebus batu untuk menenangkan hati anaknya. Lalu sang ibu berucap bahwa seharusnya amirul mukminin Umar memperhatikan nasib rakyatnya.
Setelah mendengar ucapan tersebut, Saidina Umar terenyuh hatinya karena ada rakyatnya yang masih kelaparan dikarenakan oleh kelalaiannya dalam memimpin. Singkat cerita, khalifah Umar kembali ke rumahnya dan mengambil gandum serta makanan yang lain dari baitul maal, kemudian memikulnya sendiri ke rumah si ibu tadi. Pembantu beliau Aslam meminta supaya dia saja yang membawa barang-barang tersebut, tetapi khalifah Umar bersikeras bahwa beliau akan membawanya sendiri seraya berkata, “apakah engkau sanggup memikul bebanku di hari akhir nanti?” Sesampainya di gubuk tadi, khalifah Umar langsung menyerahkan semua barang yang beliau bawa ke si ibu paruh baya tersebut.
Dalam kisah tersebut, Umar RA tidak pernah meminta sesuatupun dari si Ibu, karena memang ia tidak mempunyai apapun, dan Umar RA juga tidak memberikan ‘amplop” kepada keluarga malang itu, kerena mungkin amplop belum ada ketika itu [?]. Tapi Umar menyadari betul bahwa ia harus segera memenuhi kebutuhan rakyatnya dengan memikul kebutuhan rakyatnya itu di atas bahunya sendiri.
Kebutuhan Rakyat
Nek Aisyah memang tidak harus merebus batu untuk melalaikan keponakannya, karena memang ia masih punya ikan asin, dan beberapa potong sie ruboh yang disimpannya untuk beberapa hari puasa ke depan. Namun kehidupan nek Aisyah sebagai bagian dari potret rakyat Aceh yang baru pulih dari konflik dan bencana Tsunami, yang masih banyak hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka mungkin tidak meminta mobil X-Trail dari dana pembangunan Aceh 2009 yang kabarnya mencapai 9.7 Triliun, tapi yang mereka butuhkan hanyalah sebuah kehidupan yang layak. Meskipun sebuah kelayakan itu sangatlah relative, tapi minimal tidak ada lagi kata-kata bahwa orang miskin dilarang sakit. Rumah sakit harus secara adil tersenyum baik kepada mereka yang kaya atau yang “dimiskinkan”.
Rakyat juga butuh pendidikan yang murah atau seharusnya gratis. Pendidikan yang gratis tidak hanya sampai SD tapi juga sampai PT. Karena ijazah SD saat ini tidak lagi laku untuk melamar sebuah pekerjaan. Bagaimana mendapatkan pekerjaan yang layak jika kesempatan untuk belajar menjadi mahal. Bagaimana mencerdaskan bangsa jika setiap tahun biaya SPP terus naik. Jika rakyat bodoh, maka sebuah pekerjaan yang layak sangat sulit didapat, akibatnya jika pekerjaan sulit didapat maka kemiskinan juga sulit dihilangkan. Meskipun kabarnya alokasi dana dari APBA mencapai 30 persen dari total dana tersebut untuk sector pendidikan. Tapi kenyataannya pendidikan di Aceh tidak ada perubahan yang signifikan. Bahkan tahun lalu kabarnya ada sekolah yang hampir 100 persen siswanya tidak lulus ujian nasional. Ironisnya lagi ada beberapa tanah masyarakat miskin “dikuasai” oleh lembaga-lembaga pendidikan tanpa adanya pembebasan yang layak. Sehingga mereka harus memblokir sekolah-sekolah itu. Sekali lagi rakyat bertanya, kemana dana pendidikan itu?.
Stigma kemiskinan, biasanya juga selalu dikaitkan dengan masyarakat petani dan nelayan. Para petani dan nelayan di negeri ini jarang menjadi kaya, Kenapa?itulah pertanyaan selanjutnya. Apakah mereka malas dan tidak mau bekerja, sehingga menjadi miskin?. Rasanya tidak ada petani dan nelayan yang malas dalam pekerjaannya. Tapi kenapa di Inggris dan Amerika misalnya, para petani atau nelayan itu adalah mereka orang-orang berkecukupan, kalau tidak dikatakan kaya?. Inilah yang selalu menjadi pertanyaan yang tidak pernah diselesaikan oleh era pemimpin manapun di negeri ini.
Jawaban itu biasanya dijawab sendiri oleh para petani dan nelayan, “tulak tong tinggai tem”. Itulah yang terjadi dari masa ke masa. Karena biaya operasional lebih besar dari yang dihasilkan. Dan pemerintah juga tidak mampu memberikan harga pupuk yang wajar atau membiarkan tanah-tanah yang kering tanpa ada pengairan. Begitu juga disaat panen, petani tidak punya “kemampuan” untuk menentukan harga dari produk yang mereka hasilkan. Meskipun mereka punya barang tapi harga “toke medan” yang menentukan. Sehingga, dari tahun ke tahun kehidupan rakyat tidak akan pernah berubah dalam kemiskinannya.
Disinilah, rakyat berharap, dibawah kepemimpinan seorang Drh.Irwandi Yusuf,MSc, yang telah lama hidup bersama rakyat “pinggiran” dan mempunyai pengalaman di negeri Paman Sam, dapat mewujudkan sebuah perubahan menuju kearah yang lebih makmur dan sejahtera. Rasanya, inilah yang harus dipikul oleh sang penguasa kepada rakyatnya, bukan hanya sekedar memberikan amplop belaka atau dengan demo massa, karena itu tidak akan merubah nasib mereka. Tapi melalui program yang nyatalah yang akan merubah kearah yang lebih baik.
Diakhir tulisan ini, penulis ingin mengisahkan keteladanan seorang Khalifah Umar Ibn Aziz, Konon semasa ia menjabat sebagai Khalifah, walaupun hanya 2,5 tahun tak satu pun mahluk dinegerinya menderita kelaparan. Tak ada serigala mencuri ternak penduduk kota, tak ada pengemis di sudut-sudut kota, tak ada penerima zakat karena setiap orang mampu membayar zakat. Lebih mengagumkan lagi, penjara tak ada penghuninya. Sejak di angkat menjadi Khalifah Umar bertekad, dalam hatinya ia berjanji tidak akan mengecewakan amanah yang di embannya. Akhirnya dia berhasil mengelola negara dan memanifestasikan hadits Nabi SAW, “Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan dia akan diminta pertanggungjawabannya terhadap rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Wallahu’alam.

Madrasah Ulumul Quran Pagar Air

Madrasah Ulumul Qur'an Pagar Air didirikan oleh mantan gubernur Aceh,Alm.Prof.Dr.Ibrahim Hasan,MBA pada tahun 1989 di Banda Aceh-Indonesia.


Ide awal mendirikan Islamic Boarding School ini dilatarbelakangi oleh minimnya para 'hufadh" atau para penghafal Quran di Aceh saat ini, terutama ketika ada event Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ), ditingkat Nasional.

Kini, lembaga ini telah tumbuh dengan pesat, disamping mendidik para penghafal quran, lembaga ini juga mendidik para murid dalam sistem pendidikan nasional, yaitu Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Dari beberapa beberapa generasi Lembaga ini telah melahirkan sejumlah para penghafal qur'an, yang saat ini telah berkarir disemua bidang, baik pemerintahan maupun swasta. Selain itu alumni madrasah ini juga telah melanjutkan pendidikan dan menjadi pendidik di berbagai perguruan tinggi baik di Indonesia maupun diluar negeri.

Dalam gambar di atas terlihat para alumni mulai dari generasi tua sampai generasi muda, dalam sebuah silaturrahmi di Mesjid Ajun Banda Aceh. Semoga lembaga ini terus sukses dan melahirkan genarasi muda yang menjadi pemimpin-pemimpin dalam membangun peradaban Islam kembali jaya.

KONFLIK SOSIAL – BUDAYA DAN PENGUATAN AQIDAH

Pengantar
“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni’mat Allah bersaudara, dan kamu telah berada ditepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk” (QS.Ali Imran:103)

Kehidupan manusia dibelahan bumi manapun tidak akan pernah terlepas dari berbagai persoalan yang terus muncul dalam kehidupannya sehari-hari, yang secara tidak langsung juga akan menimbulkan pertentangan diantara satu dengan yang lain. Yang kadang kala pertentangan itu memunculkan konflik sesama. Karena hal ini sudah menjadi fitrah manusia dimana Tuhan selain menjadikan manusia sebagai khalifah dimuka bumi, manusia juga diberi potensi diri untuk memunculkan konflik, baik konflik dalam diri sendiri, konflik sesama manusia, konflik dangan alam serta kadang kala manusia juga membangun konflik dengan Tuhannya.

Konflik sosial-budaya
Persoalan yang paling besar dihadapi oleh umat Islam saat ini adalah kehilangan identitas keislamannya dalam segala aspek kehidupan, baik dalam persoalan kenegaraan maupun dalam rumah tangga, dalam bidang politik, ekonomi sampai sosial budaya, tidak terlepas dari pengaruh nilai-nilai modernisasi yang muncul dari dunia sekuler. 

Nilai-nilai agama (spiritualitas Islam) yang diterapkan dalam realitas sehari-hari hanya untuk memenuhi kewajibannya selaku hamba kepada Tuhan (ritualitas ibadah mahzhah), padahal Allah berfirman bahwa Dia tidak akan mengalami kekurangan sedikitpun walaupun tidak ada satupun manusia yang menyembah-Nya. Artinya bahwa hakikat semua ajaran Islam (syari’at) yang telah diturunkan oleh Allah melalui Rasul Muhammad saw, adalah untuk mengatur tata kehidupan manusia sebagai khalifah dibumi, dan semua aturan itu adalah untuk kemashlahatan manusia disamping juga mendapat balasan pahala dihari yang kekal (akhirat). Namun dalam realitas sekarang setiap prilaku. Sikap dan keputusan terhadap kepentingan keumatan sering tidak mencerminkan nilai-nilai syari’at.

Dalam konteks keacehan, setelah mengalami konflik kemanusiaan selama puluhan tahun yang kemudian berakhir dengan bencana mahadasyat gempa dan gelombang tsunami yang menelan korban ratusan ribu jiwa, konflik sesama anak manusia berakhir dengan perdamaian. Namun Aceh harus kembali bangkit dari nol dalam membangun daerah dan juga masyarakat yang telah porak poranda dalam waktu 15 menit. 

Sebuah tantangan dan fenomena baru kembali muncul dalam kehidupan rakyat Aceh setelah lebih setahun dari bencana tsunami, yaitu “konflik” sosial-budaya.
Setelah berbagai belahan dunia datang membantu proses rekontruksi dan rehabilitasi Aceh, secara tidak langsung Aceh telah menjadi daerah yang paling terbuka dengan dunia global, aceh menjadi daerah yang datangnya dollar dari delapan arah mata angin, begitu juga persentuhan budaya sama sekali tidak dapat dihindari, hal ini sangat berpengaruh pada pola pikir masyarakat Aceh dan Indonesia pada umumnya. namun disisi lain berbagai persoalan juga muncul dimasyarakat tingkat bawah, kecemburuan sosial menjadi faktor yang sangat riskan yang dapat memunculkan konflik baru, ketika ada sebagian orang mendapat bantuan banyak rumah, namun yang lain tidak mendapatkan sama sekali, begitu juga ketika ada beberapa pihak yang mengelola bantuan akan tetapi tidak sampai kepada yang berhak, ketika ada daerah yang mendapat bantuan secara berkala dari berbagai NGO dan pemerintah namun ada daerah yang tidak pernah tersentuh samasekali, ada juga fenomena dimana masyarakat yang tidak pernah merasa puas terhadap bantuan yang diberikan sementara saudaranya belum mendapatkan apa-apa. hal ini menjadi “benih-benih” yang akan memunculkan konflik baru dalam masyarakat, maka sudah seharusnya para penguasa yang mempunyai amanah untuk berbuat lebih bijak dan adil , “Dan berbuat adillah kamu karena adil lebih dekat kepada taqwa”(QS.Al-Maidah:8).

Pergeseran pola prilaku dan budaya setelah lebih setahun tsunami semakin jauh dari nilai-nilai syari’at, fenomena kehidupan malam diperkotaan menjadi tontonan yang sangat menyedihkan, pasangan muda mudi (non muhrim) berpelukan diatas motor(kereta) dengan busana yang super ketat, tanpa jilbab, atau berjilbab namun tampak pantat, disepanjang pantai, setiap hari libur kita menyaksikan perbuatan maksiat (berpelukan yang bukan muhrim) kembali tumbuh bagai jamur dimusim hujan, begitu juga ditrotoar sepanjang jalanan, saat azan magrib memanggil anak manusia untuk menyembah Tuhan, namun begitu tenang tertawa dan duduk mesra dengan pacarnya atau bersama “gerombolannya’ tanpa peduli suara azan, dibarak-barak pengungsian, kita bisa menghitung berapa orang yang selalu melaksanakan shalat secara berjamaah, berapa banyak orang yang hadir ketika ada relawan yang memberi ceramah agama, atau nasehat spiritual, berapa banyak orang tua yang peduli terdapat pengajian anaknya selepas magrib sebagaimana budaya bangsa Aceh sejak zaman dahulu, hanya beberapa orang saja. Sungguh sangat menyedihkan, ini hanyalah contoh sebahagian kecil pergeseran budaya yang tampak sehari-hari kita saksikan, belum lagi perbuatan kemaksiatan dan pergeseran nilai-nilai aqidah yang tidak nampak, praktek kolusi dalam mendapatkan sebuah proyek, sogok menyogok dalam perekrutan pegawai, baik sipil, kepolisian ataupun militer, yang semuanya merupakan larangan agama, namun terkadang sudah membudaya, maka tidak heran bencana kemanusiaan akan terus lahir oleh perbuatan manusia itu sendiri. Padahal bencana tsunami meninggalkan pesan dan hikmat yang sangat besar kepada manusia untuk kembali. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman “Telah nampak kerusakan didarat dan dilaut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah memperlihatkan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali kejalan yang benar”.(QS.Ar-Rumm:41).

Kembali Ke Aqidah
Merenungi hikmah dibalik hijah Rasul ke Madinah, yaitu disaat Rasul bersama sahabat menyelamatkan ajaran Islam dari ancaman kaum Jahiliyah yang ingin membunuhnya dan memusnahkan ajaran Islam, dan ini tidak terlepas dari konflik sosial, politik, budaya dan agama antara Nabi saw dan pengikutnya dengan kaum Jahiliyah, maka dengan analisis SWOT melalui perintah Allah Nabi melakukan hijrah untuk menyelamatkan agama (kenyakinan) serta mengumpulkan kembali kekuatan.Kita dapat merenungi bahwa betapa beratnya perjuangan rasul untuk menyelamatkan aqidah Islam, ketika mereka harus meninggalkan tanah kelahiran dan leluhurnya berangkat ke Madinah dengan meninggalkan harta benda, bahkan juga istri dan anak tercinta, namun dengan kenyakinan kepada Allah ketika Rasulullah sampai di Madinah betapa besarnya sambutan kaum anshar terhadap Rasul dan kaum muhajirin. kaum anshar menjadi saudara yang bersatu padu membantu menegakkan aqidah Islam dengan cinta dan kasih sayang. Persaudaraan dalam aqidah Islam membawa perdamaian yang abadi dinegeri madani setelah keluar dari negeri yang penuh konflik negeri Mekkah.
Aceh pada dasarnya adalah daerah yang baru saja keluar dari berbagai konflik yang berkepanjangan, yang telah menoreh luka yang sangat dalam dan meninggalkan ribuan anak-anak yatim dan janda, yang kemudian Allah akhiri dengan bencana tsunami sehingga mengetuk hati para penguasa yang melahirkan konflik itu untuk berdamai, damai karena tetesan air mata yang sudah kering, tetesan darah yang sudah mematikan rumput-rumput dan menghancurkan rumah, ladang dan persawahan. Damai yang lahir dari ratusan ribu nyawa manusia, rakyat Aceh tercinta. Sehingga lahirlah simpati dan empaty dunia, seluruh bangsa di dunia datang membantu Aceh untuk kembali bangkit, bangkit dari kehancuran material dan mental. Bangsa dunia yang membantu Aceh menjadi saudara tanpa batas negara, suku dan bangsa. Maka sangat menyedihkan ketika rahmat yang datang dari berbagai pejuru dunia, namun secara moral dan spiritual mengalami kehancuran, kesadaran agama sudah luntur, persaudaraan dan tolong menolong dalam kebaikan sudah sulit kita temukan, dan mungkin ini akan muncul konflik baru di Aceh yaitu konflik sosial dan budaya, ketika berbagai pola sikap tingkah laku mengalami distorsi nilai, maka sudah seharusnya bangsa Aceh kembali kedasar kenyakinan, aqidah Islam, yang harus diaktualisasi (diterapkan) dalam setiap aspek kehidupan, sebagaimana halnya Rasulullah menetapkan nilai-nilai Islam di negeri Madinah. Sehingga persaudaraan dalam akidah Islam akan menjadi cahaya baru dalam perdamaian di Aceh selamanya. “Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS.Al-A’raf: 96). Wallahu’alambhishawab.